Perawat Indonesia sudah sepantasnya iri kepada perawat Filipina. Sejak lama Kepresidenan dan Depkes Filipina sangat memperhatikan perawat. Perawat Filipina difasilitasi untuk bekerja di luar negeri. Semua sistem administrasi bahkan langsung ditangani oleh staf kepresidenan. Pemerintah Filipina betul-betul menghargai perawat-perawat mereka di luar negeri. Bagaimana dengan Indonesia ? Sangat-sangat jauh bedanya. Pemerintah RI sangat minim perhatiannya kepada perawat. Jangankan perawat yang di luar negeri, perawat yang di dalam negeri saja tidak diurusi dengan benar.
Kebutuhan pasar tenaga kerja dunia terhadap perawat melebihi 300.000 orang per tahun. Namun, Indonesia sulit menggarap potensi itu karena rendahnya kompetensi perawat.
Peluang ini terbuka karena hampir setiap tahun ada surplus 22.500 tenaga perawat, dari 30.000 perawat yang baru lulus pendidikan, yang tidak langsung diserap lapangan kerja. Persoalannya, kompetensi mereka masih rendah karena minimnya penguasaan bahasa sehingga sulit bersaing dengan pekerja migran dari Filipina.
"TKI yang profesional itu penting. Karena itu, harus diupayakan pendidikan profesi yang baik sehingga dia mendapatkan sertifikat yang menunjukkan kompetensinya di pasar kerja dunia.
Dengan penanganan yang benar, sebetulnya Indonesia sangat peluang besar untuk kita menjadi nomor tiga terbanyak, setelah India dan Filipina, dalam memasok kebutuhan tenaga perawat di mancanegara. Kuantitas perawat Indonesia sudah melebihi perawat Filipina. Tapi dari sisi kualitas, hanya sedikit perawat Indonesia yang bisa bersaing memperebutkan lapangan kerja di kancah internasional.
Setiap tahun, Indonesia menghasilkan lebih dari 30.000 orang lulusan perawat. Saat ini terdapat lebih dari 770 akademi dan universitas per tahun yang meluluskan perawat. Tak semua lulusan tersebut dapat diserap oleh pasar kerja domestik, sebagian akan menjadi pengangguran terdidik. Jumlahnya meningkat setiap tahun.
Kebutuhan tenaga perawat di luar negeri sangat tinggi. Kesempatan kerja yang sangat luas ini hanya sedikit dimanfaatkan oleh tenaga perawat dari Indonesia. Negara-negara Asia seperti Filipina, India, Thailand, Bangladesh lebih banyak mengisi lowongan tersebut. Kelemahan kita adalah faktor bahasa. Sehubungan dengan hal tersebut maka persiapan tenaga kerja profesional harus digarap secara sungguh-sungguh dengan mendekatkan organisasi profesi/PPNI, pusat pendidikan dan lahan praktik/rumah sakit.
Upaya peningkatan kesempatan kerja kini diarahkan pada kesempatan kerja di luar negeri. Indonesia belum mampu memenuhi permintaan itu secara optimal karena terkendala persyaratan sertifikat profesi. Indonesia selama ini belum memiliki lembaga sertifikasi profesi yang diakui secara internasional.
Sertifikat Profesi Tingkatkan Daya Saing TKI
Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), masalah tenaga kerja Indonesia
ditandai dua hal. Pertama, kesenjangan kualitas sumber daya manusia (SDM) dengan kebutuhan pengguna jasa (industri).
Kesenjangan itu mengakibatkan banyak calon tenaga kerja yang telah mengikuti pendidikan maupun pelatihan, malah tidak dapat diterima oleh industri karena terjadi mismatch antara kualifikasi yang dimiliki tenaga kerja dan yang dibutuhkan industri.
Kedua, kesenjangan antara supply dan demand. Jumlah pencari kerja lebih banyak dibandingkan dengan kesempatan kerja yang tersedia.
Kedua faktor itu memicu peningkatan angka pengangguran, terutama yang bersifat terbuka dengan jumlah saat ini mencapai 10 juta orang. Untuk mengatasinya, harus ada peningkatan kualitas SDM sesuai kebutuhan pasar maupun perluasan kesempatan kerja. Upaya peningkatan mutu SDM terutama tenaga kerja ditempuh melalui pengembangan sistem diklat berbasis kompetensi. Sistem itu diakomodir dalam UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2004. Dalam sistem ini, terdapat tiga subsistem meliputi Standar Kompetensi, Kurikulum Diklat Berbasis Kompetensi, dan Sertifikasi Kompetensi Kerja atau Sertifikasi Profesi. UU ini mengamatkan BNSP sebagai
pelaksana Sertifikasi Kompetensi Kerja.
Sertifikasi profesi adalah proses pemberian sertifikasi profesi melalui uji kompetensi. Dengan proses ini, kualitas tenaga kerja dijamin sesuai kebutuhan industri. Untuk menjamin kegiatan ini berjalan adil, obyektif, dan transparan, pelaksanaannya diserahkan kepada Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang dilisensi BNSP.
LSP dibentuk oleh asosiasi industri ataupun profesi dengan dukungan instansi teknis (regulator). Uji kompetensi dilakukan di Tempat Uji Kompetensi yang diverifikasi LSP dan dikerjakan oleh tenaga penguji (asesor) bersertifikat dari BNSP.