Sikap PPNI terhadap RUU Tenaga Kesehatan (RUU NAKES) adalah sangat mendukung selama mengatur hal-hal umum terkait Tenaga Kesehatan di Indonesia , antara lain:
Hubungan Industrial Tenaga Kesehatan
Distribusi Tenaga Kesehatan
Hubungan tata kerja antar tenaga kesehatan dalam pelayanan Kesehatan
Pengaturan masing-masing Profesi Tenaga Kesehatan diatur dalam Undang-Undang tersendiri, khususnya Perawat yaitu dalam Undang-Undang Keperawatan.
UU NAKES tidak dapat mencakup seluruh aspek pengaturan Profesi Perawat yang saat ini sangat mendesak, belajar dari UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan bahwa UU tersebut mengatur hal yang pokok dan pelaksanaanya oleh Peraturan Pemerintah (PP) yang selama 17 tahun hanya terbit 5 PP , Keperawatan tidak akan mungkin diatur seluruhnya pada UU NAKES sehingga diatur dengan PP, Pengaturan dengan PP tidak setara dengan banyak Negara missal pada MRA, belum adanya Nursing Regulatory Autirity Body (Council) maka untuk sementara pada Kementerian Kesehatan, dan negara lain yang belum memiliki UU Keperawtan adalah Vietnam dan Laos. Dokter dan dokter gigi dalam MRA telah mempunyai Undang-undang dalam pengaturannya sehingga tidak masalah.
UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 21 ayat (3) yang berbunyi “Untuk Tenaga Kesehatan ditur dengan undang-undang” makna kata “dengan” berarti spesifik diatur dengan masing-masing undang-undang.
Profesi Perawat telah mempersiapkan bebrapa hal untuk Implementasi UU Keperawatan bila segera disyahkan antara lain : Komite Nasional Uji Kompetensi Perawat dengan segala kelengkapannya dan pedoman pelaksanaannya, sudah ada 14 Kolegium Keperawatan, Pedoman Praktik mandiri Perawat, Kode Etik dan mekanisme penanagan maslah etik Keperawatan, Pedoman sertifikasi (Continuing Nursing Education), standar Kompetensi, standar Praktik dengan mengacu pada Frame work International Council of Nursing, dan lainnya.
Bila kita bandingkan dengan Negara-negara lain baik yang maju maupun Berkembang, telah ada Undang-Udang Keperawatan (nursing act), dan umumnya Profesi yang harus diatur dengan Undang-undang tersendiri adalah antara lain : dokter (medical act), Dokter gigi (dentist act), Farmasi (farmacies Act), dan Perawat (Nursing Act) atau ada juga (Nursing and Midwifery Act), jadi bukan hal yang tidak lurah adanya UU Keperawatan.
Kekhawatiran terkait dengan besarnya biaya untuk mengesahkan UU Keperawatan, sangatlah kecil bila dibandingkan dengan ; kualitas pelayanan Perawat yang akan diterima masyarakat dengan perawat diatur dengan UU; ketersediaan akses pelayanan yang bertanggung jawab dan rasional lebih dapat dirasakan; penghargaan yang didapatkan para perawat-perawat dengan standar yang sama dengan Negara-negara yang telah ada pengaturan keperawatan yang setara dengan Negara lain dan ini sangat bernilai ekonomis untuk bangsa.
RUU Keperawatan pada awal perkembangannya bersama-sama dengan Profesi Kedokteran, saat ini telah ada UU Praktik Kedokteran, lalau apakah dengan adanya UU NAKES Profesi dokter akan diatur juga didalamnya, rasanya tidak akan mungkin, jadi perawat seharusnya pulalah ada UU Keperawatan.
Dari Proses yang panjang baik itu oleh para perawat yang tergabung dalam organisasi profesi, ataupun oleh Pemerintah (kementerian Kesehatan) telah dapat meyakinkan Legislatif bahwa Urgensi UU Keperawatan adalah hal yang seharusnya. Hal ini dengan telah masukknya RUU Keperawatan pada Prolegnas DPR RI tahun 2009 no 26 dan Prolegnas tahun 2010 no 18 serta Prioritas 2 usulan RUU DPD RI, sedangkan RUU NAKES belum masuk dalam Prolegnas, jadi tidak seharusnya keberadaan RUU NAKES menghilangkan RUU Keperawatan, keduanya dapat berjalan saling melengkapi.
Dengan Sistem Otonomi daerah yang dianut oleh Indonesia saat ini maka Pengaturan Perawat di Tingkat UU adalah sesuatu yang dapat mengikat seluruh stake holder, bila pengaturan masih dibawah UU maka akan terjadi penafsiran-penafsiran dari Pemerintah daerah dan Boleh jadi aka nada standar yang berbeda bagi perawat Indonesia sesuai dengan persepsi pemerintah daerah masing-masing, ini sangat berbahaya.
Mengenai Urgensi RUU Keperawatan seperti telah di diskusikan dalam banyak kesempatan dan menjadi dasar diterimanya RUU Keperawatan dalam Prolegnas Inisiatif DPR selain seperti No 2 diatas antara lain ;
Secara Filosofis : Keperawatan merupakan Bagian integral dari Pelayanan Kesehatan harus pula dijamin kualitas Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat,dan menjadi Kewajiban Negara untuk mengupayakannya. Keperawatan sebagai Profesi yang diberikan pengakuan masyarakat mempunyai kewajiban Peran untuk pula memberikan Kewajiban Perannya sebagai Profesi kepada Masyarakat secara Professional dan Bertanggung jawab sehingga Profesi Perawat haruslah dikembangkan dan dan didaya gunakan sepenuhnya untuk memenuhi Hak masyarakat.
Secara Yuridis ; Amanat UUD 1945 pasal 28 H ayat (1): “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Keperawatan tidak dapat dipisahkan dari Pelayanan Kesehatan sesuai dengan Konstitusi Negara adalah Hak Asasi Masyarakat, sehingga ada kewajiban Yuridis Negara menyediakan pengaturan yang kuat untuk menjamin pelayanan Kesehatan masyarakat dengan Professionalitas dan akuntabilitas Perawat. Untuk mewujudkan Profesional dan mampu bertanggung jawab serta bertanggung gugat sudah selayaknya pula Negara membuat pengaturan yang kuat untuk melindungi masyarakat dari Pelayanan Perawat yang buruk dan tidak bertanggung jawab, yang sekaligus melindungi para pemberi pelayanan pada masyarakat.
UU No 36 tahun 2009 pasal 63 ayat (1),(2),(3),(4). Menerangkan bahwa keperawatan adalah sebuah entitas yang telah diakui secara Yuridis, dalam hal penyembuhan, pemulihan dan pengendalian memerlukan Perawatan yang berdasrkan ilmu Keperawatan, tentu memerlukan pengaturan lebih lanjut secara teknis Profesi dalam bentuk UU keperawatan.
Secara Sosiologis ; Perawat adalah Tanaga Kesehatan yang tebesar dari seluruh NAKES, dengan Karakteristik pelayanan yang Kontinyu, sangat dekat dan lama dengan pasien dan cakupan paraktik yang Luas pada berbagai aspek, dan rentan terhadap Kriminalisasi Profesi karena menjalankan tugas tidak terbatas pada kondisi Geografi dan strata social ekonomi serta berada pada semua seting pelayanankesehatan, namun disisi lain tidak ada pengaturan yang kuat untuk menjamin kompetensi dan kualitas asuhan yang diberikan dan perlindungan dalam melayani masyarakat, sehingga perlu pengaturan yang komplek.
Kasus Perawat Misran di Kalimantan Timur adalah fakta tak terbantahkan betapa akan terancamnya Pelayanan kesehatan pada daerah-daerah Terpencil bila Perawat selalui dihantui olehResiko maslah Hukum karena Perawat Tidak ada Pengaturan oleh UU, mengingat kasus Misran sebenarnya telah banyak Pembelaan dari regulasi-regulasi yang ada dibawah UU Kesehatan, namun fakta hokum tetap Misran di Persalahkan. Perawat akan merasa tenang melayani masyarakat bila ada jaminan Perlindungan jaminan Pelrlindungan itu adalah Undang-Undang Keperawatan yang juga memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dalam Pelayanan kesehatan khususnya Perawat.
Banyak fenomena perilaku sehat yang ditunjukkan masyarakat seperti kasus “Ponari” dan lainnya, menggambarkan betapa pelayanan Kesehatan yang rasional dan bertanggung jawab tidak didapatkan sepenuhnya oleh masyarakat dikarenakan selain budaya dan keyakinan juga terbatasnya akses pelayanan kesehatan, dimana perawat kurang difungsikan sebagaimana mestinya, tidak diperbolehkan praktik mandiri sementara masyarakat masih membutuhkan.
Kondisi Global sedikit banyak mempengaruhi tuntutan Global terhadap ketersediaan Perawat dan Pelayanan keperawatan yang disetarakandengan Negara-negara lain. Pasar kerja perawat keluar negeri sangat terbuka luas dan Negara-negara maju membutuhkan ribuahtenaga Perawat, kondisi saat ini dimana Indonesia belum mempunyai system keperawatan yang setara “Registered Nurse system” banyak Negara yang mempekerjakan Perawat Indonesia harus menurunkan level Kompetensi (down grade)
Bila dibandingkan dengan di Indonesia ; contoh di jepang Perawat Indonesia Hanya menjadi Candidate nurse,di timur tengah banyak perawat Indonesia selalu bekerja dibawah supervise perawat Philipina, India, Thailand yang mereka telah mempunyai system Keperawatan berdasarkan UU keperawatan.
Secara Teknis Keperawtan ; Keperawatan sesuai dengan Konvensi Nasional pada Lokakarya Nasional dengan seluruh Stakeholder Keperawtan telah menyepakati bahwa Perawat adalah Profesi dengan konsekuensinya adanya Pelayanan yang Profesional dan Profesi perawat dikembangkan melalui Pendidikan Tinggi. Hingga saat ini telah ada Pendidikan pada Strata 3 Keperawatan namun, belum dapat ditentukan Peran, Fungsi dan tanggung jawab masing-masing level dalam Pelayanan Kesehatan.
Pelayanan Kesehatan yang mengharuskan adanya kerjasama multi profesi juga memerlukan pengaturan terhadap batas-batas kewenangan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan Perawat dalam melayani klien, dan bagaimana tugas limpah dari Profesi lain kepada perawat, dari perawat kepada Profesi lain maupun pendelegasian dari perawat kepada perawat dibawahnya ataupun Rujukan keperawatan memerlukan Pengaturan tersendiri sesuai dengan keunikan profesi perawat.
Sesuai dengan pasal 63 UU No. 36 tahun 2009, yang merupakan dasar pelayanan kesehatan dari aspek penyembuhan, pemulihan dan pengendalian, saat ini belum dirasakan sepenuhnya pelayanan perawat terutama di Rumah Sakit, Puskesmas atau di Institusi Kesehatan. Karena Manajemen dan masyarakat masih menganggap pelayanan Keperawatan adalah sepenuhnya Pelayanan Perpanjangan tangan profesi Kedoteran, padahal secara keilmuan seharusnya Pelayanan keperawatan diakui sebagai penentu keberhasilan pengobatan dan perawatan pasien, sebagai contoh bila sesorang hanya memerlukan Pelayanan dokter maka pasien-pasien yang dioperasi setelah dilakukan operasi seharusnya langsung bias pulang, tetapi karena harus memerlukan pelayanan keperawatanmaka pasien harus menginap dan dilayani 24 jam oleh perawat.
Citra Perawat di Indonesia yang belum begitu membanggakan seperti di Negara lain, dimana dinegara lain Profesi Perawat sangat dihargai baik secara pengakuan maupun secara materiil, namun di Indonesia Profesi perawat belum dapat membanggaakan, kekhawatiran akan menurunnya minat menjadi Perawat harus dapat diselesaikan dengan adanya UU Keperawatan yang dapat memberikan Pengakuan dan Penghargaan yang tinggi untuk Profesi Perawat.
Perkembangan terakhir RUU Keperawatan :
RDPU Komisi IX DPR RI dengan 4 Profesi ; PPNI, IBI, IAKMI dan HIMPSY tentang UU NAKES terkuak informasi bahwasanya UU NAKES akan menjadi PRioritas 2010 menggantikan RUU keperawatan yang telah lebih dahulu masuk Prolegnas 2010.
Diperkuat dengan Usulan Baleg yang dibacakan oleh Juru Bicara Baleg pada Sidang Paripurna tanggal 12 Oktober 2010 bahwa Baleg mengusukan untuk merivisi Prolegnas 2010 dengan memprioritaskan RUU NAKES menggantikan RUU Keperawatan.
PAda saat yang sama perwakilan perwakilan perawat dan mahasiswa perawat di DKI dan Banten mengadakan aksi damai untuk menyuarakan agar Sidang paripurna tidak mencabut RUU keperawatan dari Prolegnas dan tetap harus dibahas dan dan disyahkan.
Hasil Sidang paripurna menunda keputusan atas usul Baleg untuk memasukkan RUU NAKES menggantikan RUU Keperawatan, artinya saat ini RUU Keperawatan masih menjadi Prioritas di Prolegnas, namun hal ini sangat rawan karena sebagian anggota Dewan ada yang berupaya meniadakan RUU Keperawatan. Sehingga Perawat Indonesia Perlu merapatkan barisan dan untuk tetap mempertahankan upaya Profesi yang telah berjalan puluhan tahun yaitu UNDANG-UNDANG KEPERAWATAN.
Sumber. Tim RUU PP PPNI, Diteruskan Oleh Dirjen Kastrad dan Advokasi ILMIKI Periode 2009-2011
kita mesti selalu waspada oleh rong-rongan orang2 di lUAR profesi perawat yang tidak menginginkan perawat maju, dan senantiasa berupaya agar perawat tetap berada pada golongan masyarakat kelas 2 dalam sistem kesehatan Indonesia....Anggota DPR dari partai tertentu yang tdk mendukung UU Kep. Semoga Murka ALLAH segera ditimpakan kepada mereka beserta PARTAInya..
BalasHapus