Rabu, 02 Juli 2008

PENDIDIKAN PERAWAT INDONESIA MAKIN MEMPRIHATINKAN

Profesi keperawatan di tanah air saat ini pantas meneteskan airmata. Pendidikan perawat semakin memprihatinkan. Kok memprihatinkan, gak salah tuh, ngigau kaleee.....
Bukankan sekarang di mana-mana berdiri Akper (D III) hingga STIKES dan program pendidikan sarjana keperawatan. Bahkan sekarang di Universitas Indonesia sudah hadir pendidikan setingkat doktoral (sarjana strata tiga)? Bukankan pendidikan perawat di Indonesia saat ini semakin cerah ? Lantas, di sisi mana yang memprihatinkan ?

Berdirinya pendidikan tinggi perawat di satu sisi memang suatu hal yang menggembirakan. Namun kualitas pendidikan keperawatan yang dilaksanakan di pelbagai institusi pendidikan tersebut masih wajib dipertanyakan. Sehingga kualitas lulusannya pun juga patut dipertanyakan. Walaupun institusi pendidikan tersebut sudah diakreditasi, namun ini tidak menjamin kualitas lulusan pendidikan perawat. Karena proses akreditasi sendiri masih rawan disusupi oleh ketidakjujuran. Belum lagi sekarang ada kelas eksekutif. Pendidikan di akhir pekan. Jum'at-Sabtu-Minggu. Bagaimana kita bisa mendapatkan perawat yang berkualitas kalau pendidikannya cuma ditempuh tiga hari dalam sepekan.
Profesi kedokteran yang kita "anggap" sebagai mitra kita, tidak pernah mendiskon masa pendidikan bagi calon dokter. Mengapa kita berani mendiskon masa pendidikan ? Apakah karena kita pengen mengejar kuantitas perawat sarjana sebanyak-banyak ? Sementara kualitasnya tak pernah kita hiraukan.
Sehingga jangan merasa aneh jika menemukan kejadian bahwa ada lulusan D III Keperawatan tidak bisa melakukan keperawatan dasar, misalnya pemasangan kateter intravena. Juga jangan kaget kalau menjumpai, ketika seorang SKep tidak beda kemampuannya dengan lulusan D III.
Di satu sisi terjadi degradasi mutu lulusan pendidikan keperawatan. Di sisi lain, Pemerintah menempuh kebijakan yang tidak mendukung perkembangan profesi keperawatan.
PPNI secara tidak langsung turut bertanggung jawab atas degradasi ini. Demi menjaga mutu, para dosen yang nota bene juga anggota PPNI semestinya tidak boleh menurunkan standar nilai kelulusan. Jika selama pendidikan, mahasiswa harus diberi penugasan yang standar. Jangan ada kelonggaran / dispensasi.