Selasa, 31 Mei 2011

Dilema Peran Perawat Puskesmas

oleh : Harmoko,S.Kep.Ns. (PPNI Dinas Kesehatan Kota Semarang)

Setiap orang memiliki hak yang sama untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal, tanpa memandang status sosial, ras, agama dan budaya. Dalam upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal peran pemerintah sangat besar. Dalam hal ini Pemerintah mempunyai tugas untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. (UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992). Pelayanan Kesehatan Masyarakat dilaksanakan oleh pemerintah dan atau peran swasta untuk memelihara dan menanggulangi masalah kesehatan masyarakat, sedang UKP sendiri difokuskan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perorangan.
Dengan demikian jelas bahwa untuk UKM ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab puskesmas tanpa melibatkan usaha kesehatan perorangan. Sedangkan untuk UKP sepenuhnya milik oleh Rumah Sakit tanpa mengabaikan peran serta swasta.
Seperti kita ketahui fungsi puskesmas ada tiga yaitu :
1. Pusat pembangunan berwawasan kesehatan;
2. Pusat pemberdayaan Keluarga dan masyarakat;
3. Pusat Pelayanan Rujukan.
Untuk saat ini ketiga peran tersebut tidak berjalan seimbang, peran Puskesmas yang paling menonjol adalah sebagai pelayanan kesehatan tingkat pertama bahkan ada puskesmas yang sudah memberikan layanan spesialistik (tingkat lanjutan). Kondisi ini lebih diperparah dengan adanya otonomi daerah yang membuat peran puskesmas sebagai pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat makin tersisihkan. Pengembangan puskesmas yang beralih fungsi peran sebagai rumah sakit tanpa memikirkan siapakah yang akan menangani masalah kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat. Inilah yang membuat kegiatan yang bertujuan untuk kesehatan masyarakat tidak berjalan.
Hal ini ironi sekali dengan banyaknya masalah kesehatan masyarakat yang terjadi. Jika masalah kuratif saja yang selalu menjadi pokok pemikiran pengambilan keputusan maka bisa dipastikan angka kesakitan akan selalu tinggi. Salah program kesehatan masyaraka yang tidak berjalan dengan baik adalah Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas).
Perkesmas dewasa ini dianggap tidak begitu penting dibanding dengan program untuk penanganan angka kematian ibu dan anak, masalah gizi dan penanganan penyakit menular. Perkesmas tidak lagi dijadikan sebagai upaya pelayanan dasar puskesmas dan menjadi program tambahan. Itu berarti perkesmas boleh dilakukan boleh juga tidak oleh puskesmas.
Dilihat dari ketenagaan yang ada di Puskesmas sebagian besar adalah tenaga keperawatan. Salah satu tugas pokok dan fungsi perawat di Puskesmas adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan masyarakat, keluarga, dan individu. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa kondisi sekarang ini cenderung kebanyakan perawat di puskesmas belum melakukan tugas pokok dan fungsinya dengan benar. Sebagian besar kepala puskesmas atau pembuat kebijakan kesehatan di tingkat kabupaten maupun pusat sepenuhnya belum mengerti mengenai perkesmas secara benar.
Mereka beranggapan bahwa setiap kunjungan rumah sudah merupakan perkesmas. Sebenarnya perkesmas tidak sesederhanan seperti itu. Perawatan kesehatan masyarakat itu merupakan serangkaian kegiatan keperawatan dengan menggunakan asuhan keperawatan melalui proses pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi keperawatan.
Tujuan dari perkesmas ini adalah untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatas masalah kesehatannya dalam kegiatan promotif, preventif, tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. Sasaran kegiatan ini adalah individu, keluarga/kelompok/masyarakat dengan prioritas sasaran adalah keluarga rawan terhadap masalah kesehatan (Risiko tinggi, rentan). Bisa disimpulkan bahwa kemandirian masyarakat terhadap kesehatan sepenuhnya tanggung jawab perawat. Baik individu, keluarga, kelompok masyarakat sebelum sakit, sesudah sakit dan supaya tidak jatuh lagi pada kondisi sakit adalah peran perawat. Apabila perkesmas ini benar – benar berjalan maka tidak mungkin akan terjadi adanya kondisi KLB, Angka kematian Ibu yang tingi, serta angka gizi buruk yang besar.
Hal ini dikarenakan setiap individu, keluarga dan masyarakat sudah sadar akan pentingnya kesehatan itu sendiri Setelah kita mengetahui apa itu perkesmas pertanyaan yang muncul adalah Apakah mungkin perkesmas dibebankan ke tenaga kesehatan lain seperti bidan dll Sedangkan mereka tidak mendapat ilmu yang harus diterapkan?.
Pertanyaan lain yang muncul adalah mengapa perawat di puskesmas sebagian besar ahli dibidang keilmuan lain (bagian farmasi, menjadi tenaga Kesling, Gizi atau bahkan menjadi bendahara) sedang untuk perkesmas masih sedikit yang melakukan? Siapa yang perlu disalahkan perawat itu sendiri, sistem atau yang lainnya?!. Bagaimanan mungkin mereka memperoleh nilai kredit untuk kenaikan jabatan fungsional yang seluruhnya berhubungan dengan perkesmas?.
Kondisi demikianlah yang perlu untuk dikaji kembali mengenai adanya pembinaan tenaga perawat untuk meningkatkan kinerja mereka serta adanya kerjasama dengan organisasi profesi (PPNI) di wilayah masing – masing. Disamping itu perlu adanya kesadaran dari perawat itu sendiri, puskesmas dan pembuat kebijakan untuk menegakkan kembali peran perawat sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Sudah seharusnya di Dinas kesehatan Kabupaten dan propinsi maupun pusat memiliki tenaga adminkes keperawatan yang bertugas untuk membina dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kinerja perawat puskesmas. Jika tidak dimulai dari kesadaran bersama bisa dipastikan peran perawat sesuai dengan tugasnya tidak akan pernah terwujud

Jumat, 27 Mei 2011

THE ROLE OF NURSE TO PROMOTE PATIENT SAFETY

HIPERCCI JATIM akan menyelenggarakan Simposium Keperawatan Pasien Sakit Kritis 4 dgn tema THE ROLE OF NURSE TO PROMOTE PATIENT SAFETY, dgn materi:
1. Standart Kompetensi of intensive care nurse
2. How to be a profesional nurse
3. Medication safety
4. The role of nurses in medication management focus of emergency drug
5. The role of nurses in medication management focus of antibiotik drug
6. Septik shock
7. How to avoid patient icu readmission
8. The role of nurses in management of fluid therapy
Simposium diselenggarakan pada tanggal 9 Juli 2011 tempat GDC/PDT ( GEDUNG DIAGNOSTIK CENTER/ PUSAT DIAGNOSTIK TERPADU) lantai 7 RSUD DR. SOETOMO SURABAYA.
BIAYA SEMINAR Rp 350000,- setelah tanggal 10 Juni Rp 400000,-
CARA PEMBAYARAN;
1. Langsung sekretariat ICU GBPTBLantai 2 RSUD DR. SOETOMO SURABAYA.
2. Hub ICU GBPTBLantai 2 RSUD DR. SOETOMO SURABAYA 031-5501340 ext 4205-4210.

MENGAPA UU KEPERAWATAN TIDAK DI DALAM UU TENAGA KESEHATAN…?

Sikap PPNI terhadap RUU Tenaga Kesehatan (RUU NAKES) adalah sangat mendukung selama mengatur hal-hal umum terkait Tenaga Kesehatan di Indonesia , antara lain:
Hubungan Industrial Tenaga Kesehatan
Distribusi Tenaga Kesehatan
Hubungan tata kerja antar tenaga kesehatan dalam pelayanan Kesehatan

Pengaturan masing-masing Profesi Tenaga Kesehatan diatur dalam Undang-Undang tersendiri, khususnya Perawat yaitu dalam Undang-Undang Keperawatan.
UU NAKES tidak dapat mencakup seluruh aspek pengaturan Profesi Perawat yang saat ini sangat mendesak, belajar dari UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan bahwa UU tersebut mengatur hal yang pokok dan pelaksanaanya oleh Peraturan Pemerintah (PP) yang selama 17 tahun hanya terbit 5 PP , Keperawatan tidak akan mungkin diatur seluruhnya pada UU NAKES sehingga diatur dengan PP, Pengaturan dengan PP tidak setara dengan banyak Negara missal pada MRA, belum adanya Nursing Regulatory Autirity Body (Council) maka untuk sementara pada Kementerian Kesehatan, dan negara lain yang belum memiliki UU Keperawtan adalah Vietnam dan Laos. Dokter dan dokter gigi dalam MRA telah mempunyai Undang-undang dalam pengaturannya sehingga tidak masalah.
UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 21 ayat (3) yang berbunyi “Untuk Tenaga Kesehatan ditur dengan undang-undang” makna kata “dengan” berarti spesifik diatur dengan masing-masing undang-undang.
Profesi Perawat telah mempersiapkan bebrapa hal untuk Implementasi UU Keperawatan bila segera disyahkan antara lain : Komite Nasional Uji Kompetensi Perawat dengan segala kelengkapannya dan pedoman pelaksanaannya, sudah ada 14 Kolegium Keperawatan, Pedoman Praktik mandiri Perawat, Kode Etik dan mekanisme penanagan maslah etik Keperawatan, Pedoman sertifikasi (Continuing Nursing Education), standar Kompetensi, standar Praktik dengan mengacu pada Frame work International Council of Nursing, dan lainnya.
Bila kita bandingkan dengan Negara-negara lain baik yang maju maupun Berkembang, telah ada Undang-Udang Keperawatan (nursing act), dan umumnya Profesi yang harus diatur dengan Undang-undang tersendiri adalah antara lain : dokter (medical act), Dokter gigi (dentist act), Farmasi (farmacies Act), dan Perawat (Nursing Act) atau ada juga (Nursing and Midwifery Act), jadi bukan hal yang tidak lurah adanya UU Keperawatan.
Kekhawatiran terkait dengan besarnya biaya untuk mengesahkan UU Keperawatan, sangatlah kecil bila dibandingkan dengan ; kualitas pelayanan Perawat yang akan diterima masyarakat dengan perawat diatur dengan UU; ketersediaan akses pelayanan yang bertanggung jawab dan rasional lebih dapat dirasakan; penghargaan yang didapatkan para perawat-perawat dengan standar yang sama dengan Negara-negara yang telah ada pengaturan keperawatan yang setara dengan Negara lain dan ini sangat bernilai ekonomis untuk bangsa.
RUU Keperawatan pada awal perkembangannya bersama-sama dengan Profesi Kedokteran, saat ini telah ada UU Praktik Kedokteran, lalau apakah dengan adanya UU NAKES Profesi dokter akan diatur juga didalamnya, rasanya tidak akan mungkin, jadi perawat seharusnya pulalah ada UU Keperawatan.
Dari Proses yang panjang baik itu oleh para perawat yang tergabung dalam organisasi profesi, ataupun oleh Pemerintah (kementerian Kesehatan) telah dapat meyakinkan Legislatif bahwa Urgensi UU Keperawatan adalah hal yang seharusnya. Hal ini dengan telah masukknya RUU Keperawatan pada Prolegnas DPR RI tahun 2009 no 26 dan Prolegnas tahun 2010 no 18 serta Prioritas 2 usulan RUU DPD RI, sedangkan RUU NAKES belum masuk dalam Prolegnas, jadi tidak seharusnya keberadaan RUU NAKES menghilangkan RUU Keperawatan, keduanya dapat berjalan saling melengkapi.
Dengan Sistem Otonomi daerah yang dianut oleh Indonesia saat ini maka Pengaturan Perawat di Tingkat UU adalah sesuatu yang dapat mengikat seluruh stake holder, bila pengaturan masih dibawah UU maka akan terjadi penafsiran-penafsiran dari Pemerintah daerah dan Boleh jadi aka nada standar yang berbeda bagi perawat Indonesia sesuai dengan persepsi pemerintah daerah masing-masing, ini sangat berbahaya.

Mengenai Urgensi RUU Keperawatan seperti telah di diskusikan dalam banyak kesempatan dan menjadi dasar diterimanya RUU Keperawatan dalam Prolegnas Inisiatif DPR selain seperti No 2 diatas antara lain ;

Secara Filosofis : Keperawatan merupakan Bagian integral dari Pelayanan Kesehatan harus pula dijamin kualitas Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat,dan menjadi Kewajiban Negara untuk mengupayakannya. Keperawatan sebagai Profesi yang diberikan pengakuan masyarakat mempunyai kewajiban Peran untuk pula memberikan Kewajiban Perannya sebagai Profesi kepada Masyarakat secara Professional dan Bertanggung jawab sehingga Profesi Perawat haruslah dikembangkan dan dan didaya gunakan sepenuhnya untuk memenuhi Hak masyarakat.

Secara Yuridis ; Amanat UUD 1945 pasal 28 H ayat (1): “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Keperawatan tidak dapat dipisahkan dari Pelayanan Kesehatan sesuai dengan Konstitusi Negara adalah Hak Asasi Masyarakat, sehingga ada kewajiban Yuridis Negara menyediakan pengaturan yang kuat untuk menjamin pelayanan Kesehatan masyarakat dengan Professionalitas dan akuntabilitas Perawat. Untuk mewujudkan Profesional dan mampu bertanggung jawab serta bertanggung gugat sudah selayaknya pula Negara membuat pengaturan yang kuat untuk melindungi masyarakat dari Pelayanan Perawat yang buruk dan tidak bertanggung jawab, yang sekaligus melindungi para pemberi pelayanan pada masyarakat.

UU No 36 tahun 2009 pasal 63 ayat (1),(2),(3),(4). Menerangkan bahwa keperawatan adalah sebuah entitas yang telah diakui secara Yuridis, dalam hal penyembuhan, pemulihan dan pengendalian memerlukan Perawatan yang berdasrkan ilmu Keperawatan, tentu memerlukan pengaturan lebih lanjut secara teknis Profesi dalam bentuk UU keperawatan.

Secara Sosiologis ; Perawat adalah Tanaga Kesehatan yang tebesar dari seluruh NAKES, dengan Karakteristik pelayanan yang Kontinyu, sangat dekat dan lama dengan pasien dan cakupan paraktik yang Luas pada berbagai aspek, dan rentan terhadap Kriminalisasi Profesi karena menjalankan tugas tidak terbatas pada kondisi Geografi dan strata social ekonomi serta berada pada semua seting pelayanankesehatan, namun disisi lain tidak ada pengaturan yang kuat untuk menjamin kompetensi dan kualitas asuhan yang diberikan dan perlindungan dalam melayani masyarakat, sehingga perlu pengaturan yang komplek.

Kasus Perawat Misran di Kalimantan Timur adalah fakta tak terbantahkan betapa akan terancamnya Pelayanan kesehatan pada daerah-daerah Terpencil bila Perawat selalui dihantui olehResiko maslah Hukum karena Perawat Tidak ada Pengaturan oleh UU, mengingat kasus Misran sebenarnya telah banyak Pembelaan dari regulasi-regulasi yang ada dibawah UU Kesehatan, namun fakta hokum tetap Misran di Persalahkan. Perawat akan merasa tenang melayani masyarakat bila ada jaminan Perlindungan jaminan Pelrlindungan itu adalah Undang-Undang Keperawatan yang juga memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dalam Pelayanan kesehatan khususnya Perawat.



Banyak fenomena perilaku sehat yang ditunjukkan masyarakat seperti kasus “Ponari” dan lainnya, menggambarkan betapa pelayanan Kesehatan yang rasional dan bertanggung jawab tidak didapatkan sepenuhnya oleh masyarakat dikarenakan selain budaya dan keyakinan juga terbatasnya akses pelayanan kesehatan, dimana perawat kurang difungsikan sebagaimana mestinya, tidak diperbolehkan praktik mandiri sementara masyarakat masih membutuhkan.



Kondisi Global sedikit banyak mempengaruhi tuntutan Global terhadap ketersediaan Perawat dan Pelayanan keperawatan yang disetarakandengan Negara-negara lain. Pasar kerja perawat keluar negeri sangat terbuka luas dan Negara-negara maju membutuhkan ribuahtenaga Perawat, kondisi saat ini dimana Indonesia belum mempunyai system keperawatan yang setara “Registered Nurse system” banyak Negara yang mempekerjakan Perawat Indonesia harus menurunkan level Kompetensi (down grade)

Bila dibandingkan dengan di Indonesia ; contoh di jepang Perawat Indonesia Hanya menjadi Candidate nurse,di timur tengah banyak perawat Indonesia selalu bekerja dibawah supervise perawat Philipina, India, Thailand yang mereka telah mempunyai system Keperawatan berdasarkan UU keperawatan.

Secara Teknis Keperawtan ; Keperawatan sesuai dengan Konvensi Nasional pada Lokakarya Nasional dengan seluruh Stakeholder Keperawtan telah menyepakati bahwa Perawat adalah Profesi dengan konsekuensinya adanya Pelayanan yang Profesional dan Profesi perawat dikembangkan melalui Pendidikan Tinggi. Hingga saat ini telah ada Pendidikan pada Strata 3 Keperawatan namun, belum dapat ditentukan Peran, Fungsi dan tanggung jawab masing-masing level dalam Pelayanan Kesehatan.

Pelayanan Kesehatan yang mengharuskan adanya kerjasama multi profesi juga memerlukan pengaturan terhadap batas-batas kewenangan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan Perawat dalam melayani klien, dan bagaimana tugas limpah dari Profesi lain kepada perawat, dari perawat kepada Profesi lain maupun pendelegasian dari perawat kepada perawat dibawahnya ataupun Rujukan keperawatan memerlukan Pengaturan tersendiri sesuai dengan keunikan profesi perawat.

Sesuai dengan pasal 63 UU No. 36 tahun 2009, yang merupakan dasar pelayanan kesehatan dari aspek penyembuhan, pemulihan dan pengendalian, saat ini belum dirasakan sepenuhnya pelayanan perawat terutama di Rumah Sakit, Puskesmas atau di Institusi Kesehatan. Karena Manajemen dan masyarakat masih menganggap pelayanan Keperawatan adalah sepenuhnya Pelayanan Perpanjangan tangan profesi Kedoteran, padahal secara keilmuan seharusnya Pelayanan keperawatan diakui sebagai penentu keberhasilan pengobatan dan perawatan pasien, sebagai contoh bila sesorang hanya memerlukan Pelayanan dokter maka pasien-pasien yang dioperasi setelah dilakukan operasi seharusnya langsung bias pulang, tetapi karena harus memerlukan pelayanan keperawatanmaka pasien harus menginap dan dilayani 24 jam oleh perawat.



Citra Perawat di Indonesia yang belum begitu membanggakan seperti di Negara lain, dimana dinegara lain Profesi Perawat sangat dihargai baik secara pengakuan maupun secara materiil, namun di Indonesia Profesi perawat belum dapat membanggaakan, kekhawatiran akan menurunnya minat menjadi Perawat harus dapat diselesaikan dengan adanya UU Keperawatan yang dapat memberikan Pengakuan dan Penghargaan yang tinggi untuk Profesi Perawat.

Perkembangan terakhir RUU Keperawatan :

RDPU Komisi IX DPR RI dengan 4 Profesi ; PPNI, IBI, IAKMI dan HIMPSY tentang UU NAKES terkuak informasi bahwasanya UU NAKES akan menjadi PRioritas 2010 menggantikan RUU keperawatan yang telah lebih dahulu masuk Prolegnas 2010.



Diperkuat dengan Usulan Baleg yang dibacakan oleh Juru Bicara Baleg pada Sidang Paripurna tanggal 12 Oktober 2010 bahwa Baleg mengusukan untuk merivisi Prolegnas 2010 dengan memprioritaskan RUU NAKES menggantikan RUU Keperawatan.

PAda saat yang sama perwakilan perwakilan perawat dan mahasiswa perawat di DKI dan Banten mengadakan aksi damai untuk menyuarakan agar Sidang paripurna tidak mencabut RUU keperawatan dari Prolegnas dan tetap harus dibahas dan dan disyahkan.

Hasil Sidang paripurna menunda keputusan atas usul Baleg untuk memasukkan RUU NAKES menggantikan RUU Keperawatan, artinya saat ini RUU Keperawatan masih menjadi Prioritas di Prolegnas, namun hal ini sangat rawan karena sebagian anggota Dewan ada yang berupaya meniadakan RUU Keperawatan. Sehingga Perawat Indonesia Perlu merapatkan barisan dan untuk tetap mempertahankan upaya Profesi yang telah berjalan puluhan tahun yaitu UNDANG-UNDANG KEPERAWATAN.



Sumber. Tim RUU PP PPNI, Diteruskan Oleh Dirjen Kastrad dan Advokasi ILMIKI Periode 2009-2011

Kamis, 05 Mei 2011

SEMINAR POLITIK DAN HUKUM RUU KEPERAWATAN

PROGRESS REPORT



Ironis bangsaku,,,,sepertiku ingin tertidur memejamkan mata saja daripada memandang keabsurdan negri ini..tangan tangan yang mengelolah kebijakan di negri ini seolah tak pernah melirik besarnya profesi ini… kelu, tapi mimpi itu membuatku terus melangkah di jalan ini…Bismillah

Lagi, sosialisasi-sosialisasi RUU digencarkan diberbagai waktu dan lini oleh komunitas berwarna.. Seakan tak henti hentinya menggaung, kali ini sosialisasi dikemas dalam bentuk pencerdasan politik dan hukum terkait RUU Keperawatan oleh mahasiswa keperawatan Sumatera Selatan (ILMIKI Wil 2 Bekerajasama dengan IMIKS), Sabtu 30 April 2011. Bertempat di aula DPRD Provinsi Sumsel, Seminar politik dan hukum RUU Keperawatan ini mengambil tema” Mengungkap Fakta dibalik RUU Keperawatan” dengan pembicara pertama ibu Prof. Achir Yani S. Hamid, M.N., D.N.Sc dan Pembicara kedua bapak Fahmi Yoesmar, S.H.,MS

Materi pertama diawali oleh Prof. Yani dengan menyampaikan materi mengenai Bargaining Position RUU Keperawatan berikut analisis SWOTnya. Prof Yani mengawali pembicaraan dengan menggaungkan bahwa RUU adalah harga mati ! Seakan menghipnotis kefokusan peserta, beliau memflash back kembali perjuangan RUU Keperawatan, dari mulai diakuinya keperawatan sebagai profesi ditahun 1983 sampai posisi RUU Keperawatan di prolegnas tahun 2011 ini. Beliau juga menyinggung kasus Misran yang menjadi korban kebijakan yang tidak memihak di Kuala Samboja, Kutai Negara, Kalimantan Timur. Seorang mantri desa sekaligus kepala Puskesmas pembantu yang sudah 18 tahun mengabdi di wilayah terpencil tersebut, harus dipenjara 3 bulan karena memberikan resep obat kepada masyarakat. Padahal, kondisi saat itu tidak ada dokter dan apoteker untuk meresep, sementara apotek juga terletak jauh sekitar 25 km jalan sungai dari tempat pustunya.

Kebijakan mana lagi yang akan memihak pada kita, kalaupun UU Kesehatan yang notabene seharusnya memayungi tenaga kesehatan termasuk salah satunya perawat, malah menjadi boomerang bagi profesi ini. Inilah sekiraya bermain badminton dilapangan volley (mengutip salah satu statement sambutan Ketum PPNI Provinsi Sumsel), yang menjadikan profesi ini menjadi serba salah dalam bertindak. Ingin melempar jauh akan kena bola keluar, mau melempar dekat akan kena smash, menyedihkan L. Beliau juga menceritakan perihal pertemuan beliau saat di komisi IX. Mengecewakan, bahwa saat suasana sidang, bukan seperti suara wakil rakyat terdengar, tapi suara aspirasi dokter-dokter. Suasana sidang resmi seakan disulap seperti suasana di suatu rumah sakit. Padahal seharusnya para wakil rakyat harus menempatkan diri mereka menjadi suara rakyat saat menyampaikan pendapat, bukan suara-suara pribadi. Diakhir materi, beliau menyampaikan tentang perkembangan terakhir RUU Keperawatan serta draft terbaru RUU yang belum dipublish karena masih dalam proses pematangan. Saat ini RUU Keperawatan sudah menjadi agenda prioritas 2011 dengan urutan ke 18 di prolegnas. Selain itu, sudah terbentuk panja RUUK dengan pengajuan usul dari tiap fraksi di komisi IX serta satu yang mewakili secara umum dari komisi IX. Jadi, akan ada draft usulan RUUK versi fraksi dan komisi IX. Saat ini sudah ada dua usulan draft dari PDIP dan Golkar, sementara PKS akan menyusul dalam waktu dekat ini, dan fraksi lain masih dalam proses.

Selanjutnya, materi kedua disampaikan oleh bapak Fahmi Yoesmar, SH. MS selaku pakar Tata Negara Unsri mengenai RUU Keperawatan dalam Tinjauan Hukum Indonesia. Beliau menyampaikan bahwa hukum adalah produk politik, politik dan hukum adalah suatu yang interdeminan. Politik tanpa hukum adalah dzalim, dan hukum tanpa politik akan lumpuh. Beliau juga menyinggung karakter produk hukum yang dihasilkan pemerintah yang bisa saja mencerminkan harapan dari masyarakat sehingga membahas secara detail tentang kebutuhan masyarakat atau sebuah profesi tersebut, atau bisa jadi akan berupa produk hukum ortodaks yang isinya lebih mencerminkan visi elit politik tertentu sehingga tidak dibahas secara detail disebuah peraturan.

Diakhir pembicaraan beliau menyampaikan mengenai proses pembuatan UU, dari penyerapan aspirasi dari masyarakat sampai pada melakukan uji publik dengan melibatkan pihak yang berkepentingan. Point terakhir inilah yang sering menjadi koreksian terhadap pemerintah dan DPR yang sering tidak melibatkan profesi saat melakukan uji publik atau penentuan kebijakan. Padahal, sebagai sebuah profesi mempunyai kewenangan untuk mengatur profesinya sendiri yang tentunya kewenangan yang bertanggung jawab

Selanjutnya, acara yang dimoderatori oleh Weni Widya Shari, Dirjend Kastrad & Advokasi ILMIKI tersebut dibuka dengan 2 sesi pertanyaan. Dengan atmosfer yang masih terbakar, peserta berebut bertanya kepada kedua pembicara. Pembicaraan yang menggelitik diajukan oleh salah satu peserta forum, pertanyaan yang hampir dipertanyakan di setiap forum diskusi RUU Keperawatan. Peserta menanyakan mengapa sampai saat ini RUU Keperawatan belum disyahkan padahal ide pembuatannya sudah dari tahun 1989, apakah ada peluang untuk tahun ini ?? Prof Yani menimpali, bahwa tidak disyah-syahkannya RUU sampai saat ini karena masih ada pihak yang menghambat terhadap proses pengesahannya. Mereka tidak nyaman dan aman karena merasa terancam. Proses adaptasi terhadap perbaikan sistem yang akan diajukan oleh profesi keperawatan ( red:RUU Keperawatan) akan membutuhkan waktu yang panjang sehingga mengganggu kenyamanan mereka. Akan tetapi, yang tidak mendukung di komisi IX ini hanya oknum dan beberapa fraksi, karena IDI secara tertulis sebenarnya sudah mendukung terhadap peengesahan RUU Keperawatan ini. Selain itu, ketika disyahkannya RUU Keperawatan ini, akan terjadi perubahan pola atasan dan bawahan menjadi pola kemitraan. Ini yang menyebabkan mereka belum siap dan bertentangan. Menjawab pertanyaan yang sama, pak Fahhmi menguatkan bahwa sebenarnya bisa saja RUU Keperawatan disyahkan dalam waktu dekat. Hal ini, tergantung political will (kemauan politik) pemerintah dan DPR untuk mengatur segera suatu kebijakan. Apalagi pernah terjadi dizaman Pak Habibie dalam 1 tahun itu bisa menggolkan sebanyak 67 UU.

Keingintahuan peserta semakin besar terkait draft usulan versi fraksi dan komisi IX, karena memungkinkan atau tidak usulan draft yang diusulkan oleh mereka akan menjawab kebutuhan masyarakat dan profesi. Mengingat, mereka tidak paham seutuhnya terhadap profesi ini. Ditakutkan usulan draft tersebut hanya menambah rentetan daftar panjang kebingungan-kebingungan di profesi ini serta menunda lagi proses pengesahan RUU Keperawatan ini. Dengan keyakinannya, prof.Yani menjelaskan bahwa dalam pemberian kewenangan terhadap fraksi dan komisi untuk mengusulkan draft RUU Keperawatan, Vocal point dalam hal ini PPNI, akan menjelaskan terlebih dahulu mengenai hal yang mutlak dan tidak untuk ada di draft RUU Keperawatan. Jadi, tetap ada pengkawalan dalam penyusunan draftnya sampai akhirnya dijadikan sebagai usulan.

Akhirnya seminar ditutup dengan penandatanganan sejuta dukungan terhadap pengesahan RUU Keperawatan diatas kain putih 4 meter. Penandatanganan diawali dengan tanda tangan oleh Prof.Achir Yani S. Hamid, M.N., D.N. Sc yang merupakan mantan Ketua Umum PPNI Pusat ini, dilanjutkan oleh tanda tangan pembicara kedua serta seluruh peserta seminar. Peserta semua antusias melakukan aksi tanda tangan ini. Aksi penandatanganan terhadap sejuta dukungan pengesahan RUU Keperawatan ini akan dilanjutkan saat long march mahasiswa di moment International Nursing Day 2011. Selanjutnya spanduk dukungan ini akan dipasang di pagar DPR RI pada 12 Mei 2011 mendatang dengan menggabungkan seluruh tanda tangan elemen keperawatan dan masyarakat se-Indonesia..

Kawan, Untuk dapat memberi kita harus peduli, untuk peduli kita harus mencintai, mencintai secara total apa yang ingin kita cintai…maka disana akan lahir kepedulian, akan tumbuh pengorbanan. Pengorbanan untuk yang ingin kita miliki, tak terkecuali darah segar ini…untuk sesuatu yang kita cintai. Begitupun dengan profesi ini. Cintai, Peduli, maka kita akan sanggup berkorban untuk profesi ini tanpa pamrih.

Untukmu jiwa-jiwa yang haus akan kebenaran, yang rindu akan keadilan, kami ketuk hati nuranimu untuk bergabung dibarisan ini. Wujudkan mimpi profesi ini sebagai abdi diri di bangsa ini. Bergabunglah !!!! kitalah sang perubah ! Semoga Allah mempermudah segalanya. Amin

Palembang, 30 April 2011

Weni Widya Shari

Dirjend Kastrad & Advokasi ILMIKI 2009-2011/Mahasiswa Profesi Unsri