Rabu, 11 Maret 2009

PERSIAPAN PRE ANESTESIA

PERSIAPAN PRE ANESTESIA

Persiapan Diri Anestetis

Perawat anestesi harus sehat fisik dan psikis, memiliki pengetahuan dan keterampilan anestesi yang memadai serta memiliki kemauan yang kuat untuk meningkatkan kemampuannya.

Perawat anestesi yang bekerja tanpa supervisi dokter spesialis anestesi, misal perawat anestesi yang bertugas di daerah, harus memiliki sikap mental yang kuat. Dia tidak boleh gampang gugup dan cepat panik. Sebab tindakan anestesi merupakan tindakan yang berbahaya dan mengancam jiwa pasien. Apabila perawat anestesi tidak memiliki sikap mental yang kuat maka dia akan panik dan gugup sehingga prosedur tindakan penyelamatan pasien tidak dapat dijalankan, akibatnya jiwa pasien melayang.

Memiliki pengetahuan teoritis semata belumlah cukup untuk menjadi perawat anestesi yang baik. Pengetahuan tersebut harus didukung oleh sikap mental dan keterampilan yang baik pula.

Persiapan sarana (alat dan obat)

Persiapan ini meliputi persiapan obat-obat anestesia, obat pendukung anestesia dan obat resusiatasi.

Adapun peralatan yang disiapkan adalah :

- mesin anestesi

- set intubasi termasuk bag and mask (ambubag)

- alat pemantau tanda vital

- alat/bahan untuk antisepsis (kalau menggunakan anestesi regional)

- alat-alat penunjang :

o alat pengisap (suction)

o sandaran infus

o sandaran tangan

o bantal

o tali pengikat tangan

o anesthesia pin screen / boug

o dll

SARANA OBAT meliputi :

- obat anestesi :

o obat premedikasi

o obat induksi

o obat anestesi volatil / abar

- obat resusitasi

- obat penunjang anestesi :

o pelumpuh otot

o anti dot

o hemostatika

o obat lain sesuai dengan jenis operasi.

PERSIAPAN PASIEN

Persiapan pasien dapat dilakukan mulai di ruang perawatan (bangsal), dari rumah pasien ataupun dari ruang penerimaan pasien di kamar operasi. Bergantung dengan berat ringannya tindakan pembedahan yang akan dijalankan serta kondisi pasien.

Pasien dengan operasi elektif sebaiknya telah diperiksa dan dipersiapkan oleh petugas anestesi pada H-2 hari pelaksanaan pembedahan. Sedangkan pasien operasi darurat, persiapannya lebih singkat lagi. Mungkin beberapa jam sebelum dilaksanakan pembedahan.

Pasien dianamnesa tentang penyakit yang dia derita, penyakit penyerta, penyakit herediter, pengobatan yang sedang dia jalani, riwayat alergi, kebiasaan hidup (olahraga, merokok, minum alkohol dll). Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (laboratorium dan radiologi).

Perlu pula dianamnesa riwayat pembedahan, pembiusan serta komplikasi yang dialami pasien. Berapa lama dia menjalani perawatan. Misal, pasien yang pernah menjalani operasi pengangkatan nevus tapi pasca operasinya dirawat di ruang rawat intensif (ICU), maka petugas anestesi harus waspada. Pasien ini memiliki masalah yang serius.

PERSIAPAN PEMBEDAHAN

Secara umum, persiapan pembedahan antara lain :

  1. Pengosongan lambung : dengan cara puasa, memasang NGT.
  2. Pengosongan kandung kemih.
  3. Informed consent (Surat izin operasi dan anestesi).
  4. Pemeriksaan fisik ulang
  5. Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan asesori lainnya.
  6. Premedikasi secara intramuskular ½ - 1 jam menjelang operasi atau secara intravena jika diberikan beberapa menit sebelum operasi.

Lama puasa pada orang dewasa kira-kira 6-8 jam, anak-anak 4-6 jam, bayi 2 jam (stop ASI). Pada operasi darurat, pasien tidak puasa, maka dilakukan pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.

Persiapan operasi harus optimal dan sempurna walaupun waktu yang tersedia amat sempit. Keberhasilan anestesi sangat ditentukan oleh kunjungan pra anestesi.

KUNJUNGAN PRA ANESTESI

Kunjungan (visite) pra anestesi bertujuan :

  1. Mengetahui riwayat penyakit bedah dan penyakit penyerta, riwayat penyakit sekarang dan penyakit dahulu.
  2. Mengenal dan menjalin hubungan dengan pasien.
  3. Menyiapkan fisik dan mental pasien secara umum (optimalisasi keadaan umum).
  4. Merencanakan obat dan teknik anestesi yang sesuai.
  5. Merancang perawatan pasca anestesi.
  6. Memprediksi komplikasi yang mungkin terjadi.
  7. Memperhitungkan bahaya dan komplikasi.
  8. Menentukan status ASA pasien.

Secara umum, tujuan kunjungan pra anestesi adalah menekan mobiditas dan mortalitas.

ANAMNESIS

Dalam anamnesis, dilakukan :

  1. Identifikasi pasien
  2. Riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat, riwayat alergi.
  3. Riwayat anestesi dan pembedahan yang lalu.

Ketika pasien menyatakan alergi terhadap suatu obat/zat, maka petugas anestesi perlu mengkonfirmasi apakah kejadian tersebut betul-betul alergi ataukah hanya rasa tidak enak setelah penggunaan obat tersebut.

Alergi perlu diwaspadai karena alergi dapat menimbulkan bahaya besar seperti syok anafilaktik dan edema angioneurotik.

Narkotika dan psikotropika (terutama sedatif) saat ini sudah sering disalahgunakan oleh masyarakat awam. Hal ini perlu diwaspadai oleh petugas anestesi. Oleh karena itu, dalam anamnesis, petugas harus mampu memperoleh keterangan yang jujur dari pasien.

Pada pasien dengan operasi darurat, mungkin di Instalasi Gawat Darurat dia telah mendapatkan narkotika dan sedatif, namun petugas di IGD terlupa menuliskan di buku rekam medis pasien. Agar tidak terjadi pemberian yang tumpang tindih, sebaiknya petugas anestesi juga menanyakan hal tersebut kepada petugas IGD.

PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Fisik pada prinsipnya dilakukan terhadap organ dan bagian tubuh seperti :

  1. Keadaan umum : berat badan, tinggi badan, tanda-tanda vital.
  2. Status gizi : obesitas, kaheksia
  3. Status psikis
  4. Sistemik :
    1. Kepala leher :

i. Mulut : bentuk lidah, derajat Mallampati

ii. Gigi geligi : gigi palsu, gigi goyah

iii. Mandibula : bentuk mandibula.

iv. Hidung : tes patensi lubang hidung, obstruksi.

v. Leher : bentuk leher (kesan : pendek / kaku), penyakit di leher (sikatrik, struma, tumor) yang akan menyulitkan intubasi.

vi. Asesori : lensa kontak.

    1. Toraks (Jantung dan paru) : tanda-tanda penyakit pernapasan dan sirkulasi.
    2. Abdomen : sirosis, kembung
    3. Ekstremitas : melihat bentuk vena, tanda-tanda edema.
    4. Tulang belakang /vertebra : jika akan dilakukan anestesi subarakhonoid ataupun epidural. Apakah ada skoliosis, athrosis, infeksi kulit di punggung ?
    5. Sistem persarafan.

Abdomen yang kembung bisa disebabkan oleh udara atau cairan (sirosis). Kembung pada bayi akan berakibat fatal karena bayi akan kesulitan untuk bernapas. Sehingga perlu penatalaksanaan pra bedah terhadap bayi yang kembung.

Jantung harus diperiksa secara teliti, apakah terdapat penyakit jantung ? Jika ada, apakah masih dalam fase kompensasi atau dekompensasi ? Jantung yang dalam fase kompensasi, masih relatif aman untuk dianestesi.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang terdiri dari periksaan laboratorium dan radiologi. Pemeriksaan laboratorium terbagi menjadi pemeriksaan rutin dan khusus.

Data laboratorium yang harus diketahui diantaranya :

- hemoglobin (minimal 8% untuk bedah elektif)

- leukosit

- hitung jenis

- golongan darah

- clotting time dan bleeding time

- Atas indikasi dilakukan skrining : HBSAg

- Jika usia > 40 tahun, perlu diperiksa elektrolit (terutama natrium dan kalium), ureum, kreatinin.

- Urinalisis : tes reduksi, tes sedimen

Sedangkan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan lainnya yang diperlukan diantaranya foto toraks, EKG pada pasien berusia > 40 tahun atau bila ada sangkaan penyakit jantung, Echokardiografi (wajib pada penderita jantung), dan tes faal paru (spirometri).

Jika diperlukan, pasien dikonsulkan ke bagian lain (penyakit dalam, jantung, dll) untuk memperoleh gambaran kondisi pasien secara lebih spesifik. Konsultasi bukan untuk meminta kesimpulan / keputusan apakah pasien ini boleh dianestesi atau tidak. Keputusan akhir tetap beradaa di tangan anestetis.

Setelah kondisi pasien diketahui, anestetis kemudian dapat meramalkan prognosa pasien serta merencakan teknik dan obat anestesi yang akan digunakan.

Prognosa dibuat berdasarkan kriteria yang dikeluarkan ASA (American Society of Anesthesiologist).

ASA 1 ; tanpa ada penyakit sistemik

ASA 2 ; kelainan sistemik ringan sampai sedang. Misalnya apendisitis akut tanpa komplikasi

ASA 3 ; kelainan sistemik berat, ketergantungan pada obat-obat, aktivitas terbatas. Misal ileus

ASA 4; kelainan sistemik berat yang mengancam nyawa, sangat tergantung dengan obat-obat, aktivitas sangat terbatas.

ASA 5; dioperasi ataupun tidak, dalam 24 jam akan mati juga. Tanda-tandanya : nadi tidak teraba, pasien ruptur aneurisma aorta.

Pasien usia <> 60 tahun, pasien obesitas tergolong kategori ASA 2.

Teknik dan obat yang akan digunakan, disesuaikan dengan kondisi pasien, termasuk kondisi ekonomi.

Apakah nanti pasien diberi anestesi umum ataukah anestesi regional ? Jika memakai anestesi umum, teknik apa yang digunakan ? Intravena, Inhalasi atau campuran ? Apakah nanti pasien dipasang sungkup (facemask), Laryngeal Mask Airway, Intubasi endotrakeal ? Apakah nanti napasnya dikendalikan ataukan di-spontan-kan ? dst.

Sebelum melakukan prosedur anestesia, penting sekali memberikan informasi tentang risiko anestesi, kepada pasien atau penanggungjawab pasien. Risiko tindakan harus disampaikan ke pihak yang bertanggung jawab atas diri pasien, yakni pihak yang memberikan persetujuan dan menandatangani surat izin operasi / surat izin anestesi.

ANESTESI UMUM

Anestesi umum (general anesthesia) disebut pula dengan nama narkose umum (NU).

Anestesi umum adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel.

Dengan anestesi umum, akan diperoleh triad (trias) anestesia, yaitu :

- Hipnosis (tidur)

- Analgesia (bebas dari nyeri)

- relaksasi otot

Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan.

Hanya eter yang memiliki trias anestesia. Karena anestesi modern saat ini menggunakan obat-obat selain eter, maka trias anestesi diperoleh dengan menggabungkan pelbagai macam obat.

Hipnosis didapat dari sedatif, anestesi inhalasi (halotan, enfluran, isofluran, sevofluran). Analgesia didapat dari N2O, analgetika narkotik, NSAID tertentu. Sedangkan relaksasi otot didapatkan dari obat pelemas otot (muscle relaxant).

INDUKSI ANESTESI UMUM

Induksi adalah usaha membawa / membuat kondisi pasien dari sadar ke stadium pembedahan (stadium III Skala Guedel).

Ko-induksi adalah setiap tindakan untuk mempermudah kegiatan induksi anestesi. Pemberian obat premedikasi di kamar bedah, beberapa menit sebelum induksi anestesi dapat dikategorikan sebagai ko-induksi.

Induksi anestesi umum dapat dikerjakan melalui cara / rute :

- intravena (paling sering)

- inhalasi

- intramuskular

- per rektal.

Induksi intravena dapat dikerjakan secara full dose maupun sleeping dose. Induksi intravena sleeping dose yaitu pemberian obat induksi dengan dosis tertentu sampai pasien tertidur. Sleeping dose ini dari segi takarannya di bawah dari full dose ataupun maximal dose.

Induksi sleeping dose dilakukan terhadap pasien yang kondisi fisiknya lemah (geriatri, pasien presyok).

Induksi intramuskular biasanya menggunakan injeksi ketamin.

Induksi inhalasi dapat dikerjakan dengan teknik :

- steal induction

- gradual induction

- single breath induction.

Obat yang digunakan untuk induksi inhalasi adalah obat-obat yang memiliki sifat-sifat :

- tidak berbau menyengat / merangsang

- baunya enak

- cepat membuat pasien tertidur.

Sifat-sifat tadi ditemukan pada halotan dan sevofluran.

Tanda-tanda induksi berhasil adalah hilangnya refleks bulu mata. Jika bulu mata disentuh, tidak ada gerakan pada kelopak mata.

BERBAGAI TEKNIK ANESTESI UMUM

  1. INHALASI dengan Respirasi Spontan
    1. Sungkup wajah
    2. Intubasi endotrakeal
    3. Laryngeal mask airway (LMA)
  2. INHALASI dengan Respirasi kendali
    1. Intubasi endotrakeal
    2. Laryngeal mask airway
  3. ANESTESI INTRAVENA TOTAL (TIVA)
    1. Tanpa intubasi endotrakeal
    2. Dengan intubasi endotrakeal

Anestesi dengan menggunakan sungkup wajah dianjurkan apabila :

- pembedahan singkat ½ - 1 jam tanpa membuka peritoneum

- bukan operasi daerah kepala atau leher

- lambung kosong

- ASA 1 – 2.

Jika di luar dari kriteria di atas, sebaiknya digunakan intubasi endotrakeal.

Anestesi umum dengan menggunakan intubasi endotrakeal diindikasikan untuk :

- pembedahan lama (> 1 jam)

- pembedahan daerah kepala dan leher

- jika kesulitan mempertahankan jalan napas karena berbagai sebab.

LMA hanya dianjurkan pada pasien yang puasanya cukup (lambung kosong).

Operasi sangat singkat (<>

Teknik induksi anestesi umum respirasi spontan dengan menggunakan sungkup wajah dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut :

  1. berikan O2 100% 5 L/menit selama 3-5 menit
  2. induksi dengan tiopental (4-6 mg/kg berat badan) atau propofol (2 mg/kg berat badan)
  3. pasien geriatri dosisnya dikurangi, sedang alkoholis dinaikkan dosisnya.
  4. Setelah pasien tertidur (refleks bulu mata menghilang), sungkup wajah ditempelkan rapat-rapat menutupi mulut dan hidung pasien.
  5. Buka jalan napas pasien – ekstensikan leher.
  6. Buka / putar dial agent inhalasi dan N2O.
  7. N20 diberikan 50%-70% dari volum semenit. Oksigen diberikan 30%-50% dari volum semenit.
  8. Halotan/enfluran/Isofluran/Sevofluran diberikan dengan konsentrasi 2%, kemudian tiap lima kali inspirasi, kosentrasinya tingkatkan secara bertahap sampai diperoleh kedalaman anestesi yang diinginkan.
  9. Konsentrasi diturunkan jika anestesi terlalu dalam.
  10. Lakukan rumatan anestesi.
  11. Halotan/enfluran/isofluran/sevofluran dihentikan beberapa menit sebelum operasi.
  12. N2O dihentikan ketika akhir penjahitan kulit.
  13. Berikan O2 saja sampai pasien terbangun.

Teknik anestesi umum, respirasi spontan dengan intubasi endotrakeal dapat dikerjakan langkah sebagai berikut :

  1. Lakukan langkah 1 – 7.
  2. Buka Halotan/enfluran/Isofluran/Sevofluran diberikan dengan konsentrasi 2%
  3. Berikan pelemas otot sesuai dosis.
  4. Lakukan laringoskopi dan pemasangan pipa endotrakeal (intubasi endotrakeal).
  5. Lakukan rumatan anestesi.
  6. Halotan/enfluran/isofluran/sevofluran dihentikan beberapa menit sebelum operasi.
  7. N2O dihentikan ketika akhir penjahitan kulit.
  8. Berikan O2 saja sampai pasien terbangun.

Intubasi endotrakeal dapat dilakukan dengan bantuan pelemas otot ataupun tanpa pelemas otot.

Pelemas otot yang dapat digunakan antara lain suksinil kolin, atrakurium, vekuronium, pankuronium, mivakurium, dan rokuronium. Tiap-tiap obat pelemas otot memiliki kelebihan dan kekurangan serta memiliki mula kerja (onset of action) dan durasi kerja (duration of action) yang berbeda. Sehingga penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan.

Atrakurium, misalnya, onset kerja setelah dua menit dan durasi kerja di atas 25 menit. Oleh karena itu intubasi endotrakeal dilakukan setelah dua menit pemberian atrakurium.

Untuk menghemat waktu, atrakurium dapat diberikan 1 menit sebelum induksi. Jadi, setelah pasien tertidur, intubasi endotrakeal sudah dapat dilakukan 1 menit sesudah induksi. Karena durasi kerja atrakurium terbilang panjang, maka dilakukan pengendalian respirasi pasien oleh anestetis.

Suksinilkolin sering dipilih untuk teknik anestesi umum dengan respirasi spontan karena mula kerja yang sangat cepat (sekitar 40 detik) dan durasi kerja suksinil yang singkat (sekitar 5 menit) sehingga respirasi pasien yang semula dilumpuhkan dapat segera pulih.

Hanya saja, suksinilkolin menimbulkan fasikulasi ketika diberikan. Fasikulasi ini menyebabkan mialgia pasca anestesi. Selain fasikulasi, suksinilkolin juga memiliki kelemahan lain. Untuk mengurangi fasikulasi, dua menit sebelum pemberian suksinil kolin, terlebih dahulu diberikan pelemas otot nondepolarisasi dengan dosis ¼ dari dosis intubasi.

Agar dapat melakukan intubasi tanpa pelemas otot, diperlukan waktu yang lebih lama sejak induksi hingga tercapai kondisi ideal untuk dilakukan intubasi endotrakeal. Kondisi ideal adalah apabila sudah terdapat relaksasi optimal pada otot-otot rahang (masseter), leher, dan abdomen.

Setelah terpasang pipa endotrakeal, apabila pasien masih bergerak-gerak, dapat diberikan 50-100 mg tiopental (pasien dewasa) atau 30-40 mg propofol (pasien dewasa) atau dengan suksinilkolin ½ dosis intubasi.

Apabila diinginkan teknik respirasi kendali, berikan pelemas otot sesuai dosis dan kondisi pasien. Pilihan pelemas otot misalnya atrakurium, pankuronium, vekuronium dan rokuronium.

RUMATAN ANESTESIA

Rumatan anestesi adalah menjaga tingkat kedalaman anestesi dengan cara mengatur konsentrasi obat anestesi di dalam tubuh pasien. Jika konsentrasi obat tinggi maka akan dihasilkan anestesi yang dalam, sebaliknya jika konsentrasi obat rendah, maka akan didapat anestesi yang dangkal. Anestesi yang ideal adalah anestesi yang adekuat. Untuk itu diperlukan pemantauan secara ketat terhadap indikator-indikator kedalaman anestesi.

Pada penggunaan eter sebagai anestetik tunggal, indikator kedalaman anestesi sangat gampang dilihat. Anestetis tinggal mencocokkan dengan Skala Guedel.

Namun ketika eter tidak lagi digunakan, maka cara menilai kedalaman anestesi perlu modifikasi. Indikator klinis yang sering dipakai untuk menilai kedalaman anestesi adalah respon terhadap rangsang bedah yaitu ;

  1. respon otonomik berupa tekanan darah, nadi, respirasi, air mata, dan keringat (PRST).
  2. respon somatik (gerakan, batuk, menahan napas).

Hitungan secara kasar, kebutuhan rumatan anestesi pasien dewasa adalah :

- N2O 3-4 liter per menit

- O2 3 liter permenit

- Halotan 1-2 volum %

- Isofluran 2- 3 volum %

- Enfluran 2 – 3 volum %

- Sevofluran 2- 3 volum %

Angka-angka tadi disesuaikan dengan kondisi pasien, jenis pembedahan, dan teknik anestesi. Pasien lemah, bedah obstetri (peripartum), dan respirasi kendali membutuhkan konsentrasi obat yang lebih sedikit. Pasien berotot kekar, atlet, dan respirasi spontan membutuhkan konsentrasi obat yang lebih tinggi. Jika anestesi tanpa menggunakan N2O, maka kebutuhan konsentrasi halotan/enfluran/isofluran/sevofluran menjadi lebih tinggi.

Dalam melakukan rumatan anestesi, jika anestesi dangkal, maka lakukan penambahan konsentrasi obat. Namun jika anestesi dalam lakukan pengurangan konsentrasi obat.

Tanda-tanda anestesi dangkal (kurang dalam) di antaranya :

- takikardi

- hipertensi

- keluar air mata

- berkeringat (kening menjadi basah)

- pasien bergerak-gerak (kecuali pasien mendapat pelemas otot)

- napas lebih cepat (jika respirasi spontan)

Untuk mengembalikan ke anestesi yang adekuat, dapat dilakukan cara-cara berikut :

- hiperventilasi

- penambahan narkotika

- penambahan sedatif

- penambahan pelemas otot

- atau kombinasi semua di atas.

Jika pembedahan masih berlangsung lama, sementara durasi pelemas otot hampir berakhir dan teknik respirasi kendali tetap ingin dipertahankan, maka dapat diberikan tambahan pelemas otot dengan dosis ½ dari dosis intubasi. Jika durasi obat pelemas otot adalah 30 menit, maka di menit 25 sudah harus diberikan tambahan obat.

Minggu, 08 Maret 2009

ANESTESI UMUM

Anestesi Umum (AU atau General Anesthesia (GA) atau Narkose Umum (NU) secara sederhana didefinisikan sebagai sebuah prosedur untuk menghilangkan nyeri secara sentral (otak). Jadi, obat bius bekerja sedemikian rupa sehingga otak tidak bisa memberikan respon atas rangsang nyeri yang terjadi.