Minggu, 13 Juli 2008

Indonesian Nurses di Luar Negeri: Investasi Apa?

Indonesian Nurses di Luar Negeri: Investasi Apa?

(dikutip dari inna-ppni.or.id)


Oleh: Syaifoel Hardy
(Shardy2@hotmail.com)

Dalam hidup ini, banyak hal-hal yang tidak bisa diukur nilainya dengan uang. Nama baik, amal kebajikan, hubungan persahabatan, eratnya persaudaraan, harapan dan cita-cita, keberhasilan, kepuasan dan lain-lain. Walaupun uang penting artinya dalam kehidupan ini, namun bukan satu-satunya tujuan kita. Karena kalau sudah menyangkut aspek-aspek yang disebutkan di atas, uang tidak sanggup berbicara. Bill Gates dalam Harian Republika pekan lalu (26 Juni 2008) disebutkan, bahwa dia akan beralih bisnis, dari Microsoft ke ‘amal’. Apa yang sebenarnya dia cari sesudah menjadi salah satu orang yang berhasil serta terkaya di dunia ini?

Amir Mahmud, salah seorang sahabat saya, senior nurse di Farwaniyah Hospital-Kuwait, yang saat ini menjadi Ketua Dewan Penasehat INNA-K, dalam sebuah kesempatan, ketika kami bertemu tahun lalu di Indonesia, mengatakan: “Kita kan nggak selamanya di luar negeri?” Sebuah kalimat tanya tak bertanya yang penuh makna. Dia benar! Sekitar 5000 nurses kita yang bekerja dan tinggal di luar negeri suatu saat harus pulang dan balik ke Indonesia. Kecuali bagi mereka yang memang sudah ‘nekad’ untuk berada di luar negeri selamanya, seperti Yuyun, sebut saja begitu namanya, yang bersuamikan orang asing dan berencana memegang Green Card di Amerika Serikat. Namun yang terakhir disebut ini prosentasenya kecil sekali.


Hidup di luar negeri, bagi sebagian besar nurses kita, memang beda sekali secara finansial dibanding mereka yang di Tanah Air. Di Australia, minimal penghasilan nurses Rp 20 juta. Di Kuwait minimal Rp 12 juta. Di Qatar, tidak jauh beda dengan sejawatnya yang bekerja di Australia. Di Belanda juga begitu. Apalagi di Amerika yang mencapai setidaknya US$ 40.000 per tahun. Posisi finansial yang ‘mapan’ ini membuat sebagian besar nurses bukan hanya mampu memakmurkan diri sendiri. Keluarga, kerabat, bahkan keberadaan mereka tidak sedikit yang membuahkan kesejahteraan bagi orang lain. Utamanya mereka yang, di samping kerja rutinnya, melibatkan diri dalam aktivitas amal serta sosial lainnya. Walaupun ada juga kasus di mana karena uang ini, nurses jadi lupa!

Persoalannya adalah: apabila nurses yang mapan di luar negeri ini balik ke Indonesia, apa kerjaan yang bisa mereka lakukan?

Gaji di luar negeri memang amat menjanjikan. Karena itu, kalau harus balik ke Indonesia dan bekerja memanggul profesi yang sama, sebagian besar nurses berkata: “Nanti dulu!”. Saya percaya, bagi sebagian kita, mungkin saja sudah memiliki sejumlah rencana matang tentang ‘Rumah Masa Depan’ di Indonesia. Akan tetapi, bagaimana dengan yang ‘takut’ akan obsesi dan bertanya-tanya pada diri mereka sendiri: “Apa kelak yang harus saya kerjakan di Indonesia dengan kualifikasi seperti ini?”

Artikel ini berusaha menyajikan alternatif, bilamana kelak, nursing profesional yang bekerja di luar negeri, balik ke Indonesia.

1. Dosen.
Dunia nursing di Indonesia berkembang pesat. Jumlah Akademi Keperawatan misalnya lebih dari 300 institusi. Belum lagi Fakultas Keperawatan dan Institut ilmu Kesehatan lainnya yang menjamur tahun-tahun terakhir ini. Mereka membutuhkan ribuan tenaga pengajar yang piawai dalam berbahasa Bahasa Inggris dan memiliki kemampuan dalam bidang penelitian.

Ini sebenarnya merupakan lahan empuk bagi nurses yang sudah lama bekerja di luar negeri. Masalahnya, untuk bisa duduk di kursi dosen ini, memang persyaratan minimal pendidikan adalah Master (S2). Untuk saat ini, S2 sudah bukan barang langka lagi di Tanah Air. Nurses kita yang berada di luar negeri memiliki kemampuan yang cukup dalam Bahasa Inggris dan dana untuk melanjutkan pendidikan lagi hingga jenjang S2. Sekali lagi, sebenarnya ini adalah kesempatan emas bagi mereka yang berminat untuk menjadi guru/dosen.

Guna mencapai tujuan ini, tidak mengenal istilah bakat-bakatan. Anda bisa sekolah lagi hingga jenjang S2 dan melengkapinya dengan Teaching Courses. Kiatnya, sambil kuliah, luangkan waktu anda jika cuti di Indonesia untuk sharing dengan yunior nurses yang sedang kuliah di Akper atau fakultas nursing.

2. Trainer.
Menjadi seorang pelatih atau professional trainer, amat menarik. Kita yang berada di luar negeri, tidak berlebihan jika disebut sebagai ‘the ambassador of Indonesia’. Wakil Indonesia yang memiliki keahlian yang hakekatnya bisa ditularkan kepada orang lain. Tinggal bagaimana harus memolesnya saja. Demand terhadap profesi yang satu ini tidak diragukan lagi! Seorang trainer butuh ketrampilan menyajikan materi dengan baik sesuai dengan ilmu dan keahliannya. Mereka yang lama bergelut di ambulance, bisa menjadi Trainer Basic Life Support, Immidiate Life Support, Advance Life Support, dsb. Yang di Medical Surgical bisa jadi trainer di bidang serupa. Demikian pula yang di klinik, juga tidak harus berkecil hati menjadi Trainer di bidang Clinical Governance.

Untuk menyandang predikat ini, dibutuhkan kursus spesialisasi bidang anda dan dilengkapi dengan Train for the Trainer serta Communication & Presentation Skills. Gabungan pelatihan ini membuat anda ‘sempurna’. Meski tidak ada syarat minimal kualifikasi di sini, tapi menyandang S1 lebih disukai. Karena kualifikasi anda bakal ditanyakan sewaktu mengajukan lamaran. Atau, anda tidak jadi minder di saat memperkenalkan diri di depan peserta yang sedang kuliah S1 Nursing. Kiatnya: pertajam kompetensi anda dengan berlatih memberikan pelatihan. Itu bisa dilakukan di luar negeri atau bekerjasama dengan beberapa institusi selagi anda cuti.

3. Consultant.
‘A consultant is an experienced individual that is trained to analyze and advise a client in order to help the client make the best possible choices.’ (IT Channel, Online, 2008). Saya pernah bekerjasama dengan Melorita (www.melorita.com), sebuah perusahaan konsultan di Malaysia yang bergerak dalam berbagai bidang, termasuk di antaranya adalah perekrutan tenaga kesehatan. Perusahaan ini dikelola oleh Dr.Mohammed Sultan, seorang professional yang pernah mengepalai sebuah rumah sakit di Malaysia. Beliau pernah berusaha untuk bekerjasama dengan Depkes beberapa tahun lalu, namun karena birokrasi yang berbelit, rencana mulia beliau untuk pengiriman Indonesian nurses ke berbagai negara jadi terhambat.

Kita bisa meniru jejak beliau. Bergabung dengan sebuah perusahaan konsultan atau mendirikan sendiri. Tentu saja tidak gampang mewujudkannya, karena sejumlah bekal harus dimiliki, di antaranya adalah: bekal landasan hukum, administrasi, luasnya hubungan, keluwesan dalam bergaul, wawasan luas, pendidikan yang mendukung, serta fasilitas perkantoran. Dengan kerjasama dengan beberapa nurses ex-luar negeri, kita bisa mendirikan biro konsultasi misalnya bagi nurses yang ingin bekerja di luar negeri atau yang ingin melanjutkan program spesialisasi.

Menjadi konsultant anda dituntut sebagai seorang ahli di bidang yang anda tekuni. Mr. Sultan memulai Melorita dengan mengantongi MBA Healthcare Administration sebelum melanjutkan ke jenjang S3 nya. Kiat menuju profesi yang satu ini: sambil melanjutkan kuliah, luangkan anda untuk melihat dari dekat aktivitas biro-biro konsultasi misalnya tenaga kerja yang berhamburan kita jumpai di luar negeri. Demikian pula yang ada di Tanah Air. Usahakan punya kontak. Belajar dan kerjasama dengan mereka membuat your experience becomes perfect!

4. Employment Agent.
Bagi mereka yang memiliki sifat kemandirian yang tinggi dan tidak mau diperintah, di sinilah peluang tersedia. Mendirikan perusahaan yang dikelola sendiri. Sebuah perusahaan pengerah tenaga kerja. Tentu saja lebih disukai disini adalah bagi nurses. Perekrutan tenaga-tenaga non-skilled bakal mencoreng reputasi anda! Mengapa? Dengan merekrut nurses, anda sudah banyak tahu seluk beluknya, mulai dari siapa sasarannya, bagaimana proses perekrutannya, siapa pihak yang harus dihubungi di luar negeri, apa saja persyaratan administrasinya, hingga bagaimana menyiapkan pemberangkatannya nanti.

Kesulitan bakal muncul, jika kita merekrut tenaga bidang lain yang kita tidak paham liku-likunya. Memang bukan hal yang tidak mungkin dan bisa dipelajari. Ini hanya bersifat preventif. Jika pendirian perusahaan ini dirasa berat, bisa bergabung dengan perusahaan lain, sementara kita menangani sektor nursing recruitment saja. Syarat yang harus dimiliki adalah, karena anda bakal menjadi manager, maka management skils tidak bisa ditawar. Itu bisa diperoleh dengan MBA in Healthcare misalnya. Ratusan agen-agen PJTKI tersebar di seluruh Indonesia, tapi bisa dihitung dengan jari yang menggeluti rekrutmen nurses. Padahal di luar negeri butuh ribuan nurses! Sambil belajar, anda bisa membantu kelancaran proses rekrutmen dari Tanah Air!

5. Mendirikan Yayasan/Lembaga Pendidikan/Poliklinik Kesehatan.
Populasi penduduk Indonesia menempati urutan ke empat di dunia. Mereka butuh sara pendidikan serta pelayanan kesehatan. Bukan tidak mungkin anda adalah sosok yang memiliki jiwa mulia. Dengan dana yang anda miliki, anda ingin membangun sebuah yayasan atau lembaga pendidikan kesehatan bahkan poliklinik.

Meski butuh dana yang tidak sedikit guna mendirikan bangunan fisik serta sarananya, namun yang namanya bekal pendidikan di sini tetap berperan. Ini penting karena anda akan duduk sebagai salah satu tim pengurus yayasan/lembaga pendidikan yang dituntut memiliki pengetahuan/wawasan. Kecuali bila anda hanya sekedar ingin menanam modal dengan membeli saham di yayasan tersebut. Tapi, sebagai pembeli saham terbanyak biasanya otomatis akan duduk di tim pengurus.

Maka, jika kurang berminat jadi dosen, menjadi pengelola kerja para dosen juga tidak kalah hormatnya! Anda bisa kontak sejumlah organisasi terkenal misalnya Muhammadiyah yang mengelola ribuan yayasan dan pendidikan di Indonesia. Tidak ada salahnya juga bergabung dengan salah satu partai politik yang menjadi wahana aspirasi anda. Anda bisa melibatkan diri dalam persoalan yang satu ini: mengurusi bidang pelayanan kesehatan atau pendidikan!

6. Wirausaha/Businessman.
Banyak kita jumpai tipe-tipe orang yang ogah jika diperintah. Siapa tahu anda salah satu orangnya! Pintu terbuka lebar bagi wirausahawan/businessman di sektor kesehatan. Anda bisa buka toko obat (farmasi), jualan alat-alat kesehatan, medical equipment supplier, penyedia seragam bagi nurses, membuka toko buku-buku kesehatan atau jualan makanan sehat! Sah-sah saja, asalkan tidak jauh melenceng dari profesi yang digeluti selama ini. Rasulullah Muhammad SAW menasehatkan bahwa jika segala sesuatu tidak ditangani oleh ahlinya, maka tunggu saja kehancuranya (Hadits).

Guna menekuninya, minimal anda disyaratkan (meski tidak tertulis) memiliki pengetahuan tentang marketing dan sales, punya wawasan tentang perolehan barang-barang serta kemungkinan pemasarannya dan tentu saja accounting. Latar belakang pendidikan walaupun tidak sepenuhnya formal, akan menjadi pendorong rasa percaya diri anda dalam proses negosiasi dengan business partner nanti. Karena itu, kursus-kursus semacam accounting, negotiation skills, amat bermanfaat. Indonesia adalah potensi pasar besar bagi banyak produk kesehatan.
Kesimpulannya, saya akui masih banyak kemungkinan lain yang bisa dikerjakan oleh Indonesian nurses overseas apabila harus balik ke Indonesia di luar alternatif di atas. Membuka foto studio, agen transportasi, bisnis fashion, salon kecantikan, onderdil mobil hingga Warung Tegal, merupakan sederetan pilihan lain. Sepanjang halal, tidak ada yang salah dengan semua itu. Yang perlu diingat hanya satu: bahwa membidani sesuatu tanpa perencanaan matang bisa jadi bumerang!

Kalau kita sudah menekuni nursing ini selama bertahun-tahun dan boleh dikata ‘ahli’ dalam bidang ini, mengapa kita harus korbankan dengan memulai sesuatu yang baru yang kita tidak punya pengetahuan di dalamnya? Contoh di lapangan sudah banyak. Jadi, janganlah ditambah! Nurses yang pulang ke Indonesia sesudah lama bekerja di luar negeri, menyalurkan dananya pada galian bisnis baru di Indonesia. Sayangnya, tidak sedikit yang ‘salah’ perhitungan. Akibatnya, ‘menyesal’ memang selalu datang terlambat. Ingin kembali lagi ke negeri 1001 malam. Sampai di sini mereka sadar, bahwa merintis bisnis ternyata bukan sulapan. Dan hengkang lagi ke luar negeri, tidak sesingkat Surabaya-Malang!



Doha 30 June 2008.
Shardy2@hotmail.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar